UlfahLawliet.Blogspot.com
“Sebuah perjalanan tak berencana”, minggu pagi di H-7 sebelum UAS aku mendaki
puncak gunung mangyalang dengan keempat orang tangguh yaitu Reza, Taufik, Nanda
dan juga Nia. (06/12/15).
Tepat
dihari ulang tahun mama yang ke 43, aku
pergi dengan menggunakan style-lan maen seadanya, sepatu gaya, dan tanpa
membawa uang se-peserpun, apa yang kualami disana ?, owwooo sebuah perjalanan
yang paling menegangkan saat naik ke puncak ataupun saat turun dari puncak.
Kita
semua berangkat jam 07.30 ke perkemahan Batu Kuda, dengan semangat tinggi, kita
berlajan menelusuri jalan menuju puncak, seperempat jalan, kita sudah
dilantarkan dengan hujan yang menguyur kita semua, kita istirahat sebentar dan
memulai kembali perjalan, tak hanya itu setelah melewati setengah perjalan ada
tantangan yang lebih menyeramkan.
Secara
panjat tebing dibebatuan licin itulah yang kurasakan, aku hanya bergantung pada
sebuah akar pohon dan bantuan teman – teman ku.untung nya disana kita bertemu
Permata (Orda Purwakarta), yang membantu kita semua jalanan yang sungguh
terjal, tak banyak hal yang kupikirkan saat itu, aku hanya ingin selamat dan
mencapai puncak gunung bersama – sama.
Dengan
segala susah payah nya kita berlima sampai di puncak setelah 3,5 jam kita
berjalan, aku merasakan bahwa semua perjuangan yang aku lewati terasa begitu berarti sampai aku bisa ada
dipuncak dan beristirahat. Apa yang kita
lakukan di puncak, sebenarnya yang dilakukan itu tak berarti dengan perjuangan
kita memanjat, karena rapat, foto-foto dan bikin video sebenarnya bisa
dilakukan diama saja. Tapi kenagan perjalanan itulah yang menjadi cerita yang
selalu diingat..
Apakah
ceita perjalanan itu sudah selesai ?
salah perjalan naik ke puncak yang aku sebutkan tadi tak berarti untuk
perjalan saat turun yang aku lalui. Ko gitu ? iyaa karena , desember merupakan
bulan penhujan dan kita maksa ingin ke puncak di bulan ini.
Apa
yang terjadi ? saat kita berniat untuk turun, hujan deras sudah mengujur kita
semua, disaat itu kita semua sedang menginjak kemiringan 65 derajat, disana
kaki ku gemetar aku takut salah langkah, aku memilih untuk jalan jongkok saking takutnya aku untuk
terjatuh, bukan hanya aku yang merasakan dingin, kaki gemetar, dan ketakutan,
tetapi Nia, reza, nanda , taufik juga pasti merasakannya.
Disana
aku mulai berfikir untuk apa sih berangkat ke puncak, untuk apa sih kita
merasakan kesengsaran ini, dan untuk apa kita membahayakan diri sendiri, tapi
sekarang aku mulai mengerti semua itu hanya untuk kenangan, pembelajaran
menghadapi tantangan, dan melatih kebersamaan. Karena apa , pada saat kita
melakukan perjalan ke gunung, kita akan mengetahui watak sesunguhnya dari semua
teman – teman kita.
Aku
akui mereka berempat mempunyai solidaritas yang tinggi, mereka begitu peduli
dengan ku, karena dalam perjalanan itu aku yang sangat menghabat, tapi mereka
begitu sabar dan membantu melewati semua tantangan ini. Tanpa ada adanya reza,
opik, nanda dan nia sepertinya aku takan mampu turun dengan selamat, aku yang
begitu ketakutan karena jalan yang licin, dan medan yang sunguh – sunguh
extrime.
Terakhir
aku hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada kalian semua yang memberikan ku
kenangan yang pasti aku ingat sampai kapan pun, walau celana levis ku harus
sobek, sepatu ku juga rusak, baju ku semua dipenuhi tanah, dan badan ini seakan
remuk, tapi ak sangat senang kalian mengingat kan ku kembali untuk terus
berexplorasi alam indonesia.
Terima kasih Langit Teknologi : “ Aku
harap aku bisa mewujudkan cita – cita langit, banyak memberikan kontribusi ,
memiliki kepekaan sosial yang tinggi, dan banyak berpetualang bersama kalian
semua”.
0 komentar:
Posting Komentar